Jumat, 06 Februari 2015

TEORI KONFLIK

OLEH : MUFAZZAL

PENGERTIAN KONFLIK

Menurut Webster (1966), ‘conflik’ di dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan”. Yaitu berupa konfronstasi fisik antara beberapa pihak. Tetapi arti kata itu kemudian berkembang dengan masuknya “ketidak sepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, dan lain-lain”.

Menurut Dean G.Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, konfik yaitu persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived difergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.

SUMBER-SUMBER KONFLIK


1. Determinan Tingkat Aspirasi.

Aspirasi bangkit dan kemudian menghasilkan konflik karena salah satu dari dua alasan, yaitu masing-masing pihak memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka mampu mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri mereka sendiri atau mereka percaya bahwa mereka berhak objek tersebut. Pertimbangan pertama bersifat realistis, sedangkan yang kedua bersifat idealistis.

a) Prestasi masa lalu.

b) Persepsi mengenai kekuasaan.

c) Aturan dan norma.

d) Perbandingan dengan orang lain.

e) Terbentuknya kelompok pejuang (Struggle Group).


2. Determinan Persepsi Mengenai Aspirasi Para Pihak lain.


3. Tidak Adanya Alternatif Yang dapat Diterima Semua Pihak.


4. Stabilitas sebagai penekan konflik.


BAIK DAN BURUK TENTANG KONFLIK

Kabar Baik

Meskipun konflik dapat ditemukan di hampir setiap bidang interaksi manusia, Darwin, Freud, dan Marx telah membuat hal ini menjadi jelas dan meskipun berbagai episode konflik merupakan peristiwa-peristiwa paling signifikan dan pantas menjadi berita dalam kehidupan manusia, tetapi anggapan bahwa setiap interaksi perlu melibatkan konflik adalah salah. Bila mana konflik itu memang tetap terjadi, maka lebih sering konflik itu dapat teratasi daripada tidak, bahkan dapat diselesaikan dengan sedikit masalah dan dapat memuaskan semua pihak.

Pertama, konflik adalah persemain yang subur bagi terjadinya perubahan social. Orang yang menganggap situasi yang dihadapi tidak adil atau menganggap bahwa kebijakan yang berlaku saat ini tolol biasanya mengalami pertentangan dengan peraturan yang berlaku sebelumnya.

Kedua, konflik social adalah konflik tersebut memfasilitasi tercapainya rekonsiliasi atas berbagai kepentingan. Kebanyakan konflik tidak berakhir dengan kemenangan di salah satu pihak dan kekalahan di pihak lainnya. Sebaliknya, beberapa sintesis dari posisi dari kedua belah pihak yang bertikai, beberapa di antaranya berupa kesepakatan yang bersifat integrative yang menguntungkan kedua belah pihak dan memberikan manfaat kolektif yang lebih besar bagi para anggotanya sering kali terjadi.

Ketiga, atas dasar kedua fungsi diatas, konflik dapat mempererat persatuan kelompok. Tanpa adanya kapasitas perubahan social atau rekonsiliasi atau kepentingan individual yang berbeda, maka sodilaritas kelompok tampaknya akan merosot dengan serta membawa serta efektivitas kelompok dan kenikmatan pengalaman berkelompok (coser, 1959).

Kabar Buruk

Ketika konflik benar-benar terjadi, biasanya dapat teratasi tanpa sakit hati maupun dendam, dan bahkan disertai sejumlah fungsi positif. Sekalipun demikian, konflik benar-benar mampu menimbulkan malapetaka dimasyarakat. Angka kematian akibat konflik sangat mengkhawatirkan. Dan dengan pedang penghancur bertenaga nuklir damoclea yang membayangi kepala kita semua, pasti sangatlah sulit untuk mengingkari kenyataan bahwa konflik adalah masalah utama.

Meskipun tampaknya paradoksal, bahwa konflik dapat berakibat buruk sekaligus menguntungkan, paradox ini sering kali lebih bersifat tidak nyata. Yang lebih sering terjadi adalah fungsi positif dibenamkan oleh konsekuensi negative yang timbul akibat digunakannya taktik contentions yang berlebihan. Dalam kepanikan akibat penghinaan, ancaman, dan bahkan tekanan fisik, kiranya sulit untuk melihat adanya fungsi positif konflik.

Ketika orang menangani konflik dengan contending di mana masing-masing berusaha agar sedapat mungkin pihak lawanlah yang berkorban, maka sejumlah tindakan dan tindakan balik yang dilakukan justru akan cenderung menimbulkan itensitas konflik. Kita menyebut peningkatan itensitas ini sebagai eskalasi.

PENYELESAIN KONFLIK

Contending (bertanding).

Contending yaitu taktik mencoba menerapkan solusi yang lebih disukai oleh salah satu pihak atas pihak lain. Presiden Reagan menerapkan perilaku constending, ketika ia secara sepihak memecat para anggota serikat buruh yang mengikuti aksi mogok. Di dalam pertengkaran antara kedua bocah, contending tersebut terbentuk tindakan fisik, yaitu bergulat untuk memperebutkan satu coklat. 

Yielding (mengalah).

Yielding yaitu taktik menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia menerima dari yang sebetulnya diinginkan. Masing-masing pihak bersedia menerima kurang dari yang sebetulnya mereka inginkan untuk mencapai kesepakatan yang dapat di terima kedua belah pihak. Yielding memang menciptakan solusi, tetapi bukan solusi yang berkualitas tinggi. Dalam teknik ini salah satu pihak menarik diri dari konflik yang lebih besar, biasanya pemikiran ini lahir akibat besarnya biaya konflik yang di keluarkan dari pada manfaat yang di terima. Sehingga kedua pihak berunding dan menerima sebagian yang di sengketa, bahkan sangat kecil dari yang di inginkan.

Problem Solving (pemecah masalah).

Yaitu mencari alternative yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak. Dalam teknik ini pihak yang bersengketa sudah di fasilitasi oleh pihak ketiga untuk berunding bersama-sama guna mencapai satu kesepakatan yang saling memuaskan kedua belah pihak. Dalam problem solving pihak ketiga harus benar-benar netral, tidak memihak ke salah satu pihak yang bersengketa. Jika pihak ketiga memihak kesalah satu pihak maka akan menimbulkan konflik yang lebih besar dan meluas.

With Drawing (menarik diri)

Yaitu memilih meninggalkan situasi konflik, baik secara fisik maupun psikologis. With Drawing biasanya terjadi dalam konflik antara Negara besar dengan Negara miskin, sehingga Negara miskin menarik diri dari sengketa. Negara miskin ini telah mempertimbangkan bahwa jika ia turun dalam konflik maka ia kalah secara materi dan financial, dan biasanya kerugian akan sangat besar. Dengan menarik diri dari konflik maka ia akan tetap aman, walaupun jatuhnya martabat. Seperti, perginya seorang bocah dari pertengkaran dengan orang dewasa, dengan perginya bocah ini maka konflik tidak terjadi, walau haknya telah dirampas, namun setidaknya bocah ini tidak babak belur di hantam oleh orang dewasa ini. 

Inaction (diam).

Yaitu, tidak melakukan apapun. Inaction biasanya terjadi akibat pemimpin lamban dalam mengambil kebijakan yang lebih tegas. Masing-masing pihak saling menunggu langkah berikut dari pihak lainnya.

Ketiga, contending, yielding, dan problem solving dapat dianggap sebagai strategi untuk mengatasi konflik, dalam arti bahwa masing-masing melibatkan beberapa usaha yang relative konsisten dan koheren untuk mengatasi konflik. Sebaliknya, with drawing dan inaction adalah strategi yang tidak dimaksudkan untuk mengatasi tetapi untuk menghentikan atau mengbaikan konflik.


Daftar Pustaka

Coser, L.A. 1959. The Functions of Social Conflikt. New York. Free Fress.

Pruitt D.G and Rubin J.Z. 1986. Social Conflict Escalation, stalemate, and Settlement. McGraw-Hill, Inc.

Webster, N. 1966. New Twentieth Century Dictionary. 2nd ed.

Penulis adalah mahasiswa ilmu politik FISIP unsyiah. Penggagas, Pendiri dan Pembina Forum Intelektual Muda Kajian Politik (FAMKAP).

Minggu, 01 Februari 2015

THOMAS HOBBES :NEGARA KEKUASAAN SEBAGAI LEVIATHAN

Oleh ; FURQAN

Thomas Hobbes mengibaratkan negara sebagai leviathan, sejenis monster (mahkluk raksasa) yang ganas, menakutkan dan bengis, yang terdapat dalam kisah perjanjian lama. Mengapa Hobbes berpendapat demikian? Untuk memahaminya kita perlu memahami konteks sosio-historis pemikiran tokoh ini.

KONTEKS SOSIO-HISTORIS DAN BIOGRAFI SINGKAT

Hobbes dilahirkan dalam keluarga miskin. Ayahnya seorang pendeta, mengirimkan Hobbes pada seorang paman yang kaya. Pamannya inilah yang membesarkan dan mendidik Hobbes. Atas bantuan keuangan pamannya Hobbes belajar di universitas Oxford.

Banyak peristiwa sosial politik yang mempengaruhi pemikiran Hobbes, diantaranya pertentangan antara gereja, kaum puritan dan kaum katolik serta konfrontasi antara raja dan parlemen. Oleh sebab itu dia terobsesi untuk mencari pemecahan masalah bagaimana perang dan konflik bisa dihindari dan terciptanya perdamaian. Hobbes menyimpulkan. Pertama, salah satu sebab terjadinya perang agama, sipil dan konflik konflik sosial adalah karena lemahnya kekuasaan negara. Kedua, perang dapat dihindari dan terciptanya perdamaian bila kekuasaan negara mutlak, tidak terbagi bagi. Demokrasi bagi hobbes adalah malapetaka politik yang mesti dihindari. Dalam mencari pemecahan masalah Hobbes mempertanyakan bagaimana masyarakat dapat diatur sehingga konflik sosial dapat dihindari, bagaimana hubungan antara hukum, negara, kekuasaan dan moralitas dalam kaitannya dengan usaha menciptakan perdamaian, Bagaimana persoalan perang sipil dan agama?. Di sini dia menghadapi kenyataan kontradiktif ketika kaum agama menyatakan perjuangan mereka berdasarkan norma dan nila agama yang luhur, tetapi kenyataannya kaum agama muncul dalam sejarah sebagai aktor aktor politik yang bengis dan kejam. 

Dari pengamatan itu Hobbes menarik dua kesimpulan: Pertama menata masyarakat berdasarkan prinsip prinsip normatif seperti agama dan moralitas tidak mungkin. Prinsip prinsip itu hanyalah kedok emosi dan nafsu hewani yang rendah. Kedua, masyarakat bisa mewujudkan perdamaian hanya apabila mampu mengeyahkan hawa hawa nafsu itu, damai tercipta bila manusia terbebas dari hawa nafsunya. 

MANUSIA DALAM PANDANGAN HOBBES

Menurut Hobbes manusia adalah pusat segala permasalahan sosial dan politik. manusia tidak bisa didekati secara normatif religius, cara terbaik menurut Hobbes adalah mendekati manusia sebagai sebuah alat mekanis dan memahaminya dari pendekatan matematis-geometris. 

Tokoh – tokoh yang mempengaruhi pemikiran Hobbes adalah : Francis Bacon (Inggris), Rene Descartes (Prancis), Galileo Galilei (Italia).

Hobbes mengakui kekuatan akal dan naluri manusia itu sama kuatnya. Alam memang telah mengatur demikian, dan hakikat alamiah tersebutlah yang akhirnya melahirkan persaingan sesama manusia. Dan Hobbes berpendapat bahwa kehidupan manusia akan selalu diwarnai persaingan dan konflik kekuasaan.

Pertarungan sesama manusia itu diperkuat oleh tiga faktor, menurut Hobbes. Yaitu:

Kecendrungan alamiah manusia untuk meraih kebesaran tertinggi, bagi manusia kebesaran diri merupakan bentuk kebahagiaan tertinggi.

Kesetaraan manusia karena secara alamiah manusia tak ada yang lebih kuat dari manusia lainnya.

aktor agama. Agama bisa memperuncing konflik.

Hobbes kurang simpatik terhadap agama, bukan saja menganggap sebagai pemicu konflik antara manusia bahkan dia menganggap agama itu takhayul dan produk rasa takut. Dan rasa takut manusia akan kekuatan di luar dirinya membuat manusia percaya pada agama, roh-roh dan tuhan.

STATE OF NATURE DAN TERBENTUKNYA NEGARA

Hobbes melukiskan keadaan manusia sebelum terbentuknya negara sebagai keadaan alamiah. Dalam keadaan alamiah manusia bebas melakukan apapun yang dikehendakinya sesuai tuntutan nalurinya.

Dalam keadaan alamiah manusia bukan lah seperti hewan, meski sama-sama memiliki naluri, naluri hewan mendorong untuk berkompromi, sedangkan naluri manusia mendorong untuk berkompetisi dan berperang. Di sinilah akal dan nalar berperan, yang membimbing manusia untuk berdamai dan nalar manusia merasa membutuhkan “kekuatan bersama” yang bisa menghindari pertumpahan darah. Akal mengajarkan bahwa manusia sebaiknya hidup damai di bawah kekuasaan negara dan hukum dari pada hidup bebas tapi anarkis dan berbahaya bagi keselamatan manusia. 

Hobbes berpendapat terbentuknya kedaulatan atau negara pada hakikatnya adalah perjanjian sosial, dalam perjanjian itu manusia dengan sukarela menyerahkan hak-haknya kepada seorang penguasa negara atau dewan rakyat.

Negara versi Hobbes memiliki kekuasaan mutlak. Kekuasaanya tidak boleh terbelah. Jika terbelah akan timbulnya anarki, perang sipil atau perang agama. Karena kekuasaan negara mutlak maka akan melahirkan negara despotis/tirani. Tapi itu lebih baik menurut Hobbes daripada terjadi anarki akibat terbelah kekuasaan.

Untuk menghindari perang dan menciptakan perdamaian negara kekuasaan yang memilii sifat-sifat leviathan (kuat, kejam dan ditakuti) merupakan pemecahan masalah terbaik dalam hal ini.

Hobbes tidak setuju dengan demokrasi atau sejenis dewan rakyat sebab negara demokrasi menuntut adanya pluralisme politik termasuk adnya berbagai pusat-pusat kekuasaan. Menurut Hobbes monarki absolut hanya ada seorang penguasa adalah bentuk negara terbaik. Dengan hanya seorang penguasa rahasia-rahasia negara akan mudah dijaga. Keamanan negara lebih terjamin.Negara dengan penguasa dewan rakyat akan mudah mengalami disintegrasi dan dalam membuat sebuah keputusan, kesepakatan sulit untuk tercapai.

Ada kesan Hobbes tidak menolak munculnya nepotisme dalam proses pergantian penguasa. Konsekuensinya Hobbes bisa membenarkan pengangkatan seorang penguasa atas dasar keturunan, suatu prinsip yang dianut raja-raja Eropa di abad-abad pertengahan.

Penulis Adalah Mahasiswa FISIP Unsyiah Jurusan Ilmu POLITIK, Ketua Bidang Kajian Politik Islam di Forum Intelektual Muda Kajian Politik, dapat dihubungi Furqan@gmail.com.

Jumat, 09 Januari 2015

1873, Perang Aceh & Masjid Raya Baiturahman.

Oleh ; Hendra Yana

Aceh dalam perjalanannya selalu memberikan kesan yang sulit terlupakan setidaknya itulah yang ingin saya sampaikan dari tulisan ini, mulai dari rentetan konflik berkepanjangan, karakter manusianya yang sulit dimengerti apalagi kalau kita mempelajari persoalaan  jiwa  fanatisme yang sangat kuat terhadap agamanya yang tentunya menjadi pengikat yang kuat dalam kehidupan masyarakatnya, karena sesungguhnya sampai hari seorang ilmuan terkenalpun susah memisahkan antara orang aceh dan agamanya.

Salah satu monumen sekaligus tempat ibadah kebanggaan Ureng Aceh adalah Masjid Raya Baiturrahman, masjid ini berdiri di tengah-tengah kota banda aceh hal ini menggambarkan bagaimana Posisi Masjid ini dalam pandangan Ureng Aceh.


Hampir setiap saat Masjid ini selalu dikunjungi oleh banyak manusia baik itu dari masyarakat aceh sendiri, dari luar aceh maupun wisatawan asing. Selain menyediakan pemandangan yang indah dilengkapi dengan kolam ikan dan air mancur di dalam perkarangan Masjid juga terdapat beberapa monumen sejarah serta penjelasannya, dimana monumen-monumen tersebut mempunyai nilai sejarah yang sangat tinggi.

Diantara banyaknya monumen didalam perkarangan masjid mungkin salah-satu yang banyak menarik minat pengunjung terutama para akademisi dan peminat sejarah adalah sebuah monumen yang terletak di samping kiri masjid yaitu sebuah batu putih berbentuk persegi di atas batu tersebut terukir beberapa tulisan yang menerangkan bahwa tepat pada posisi batu itu berdiri saat ini pada 1873 lalu tewas salah satu jendral perang belanda yang bernama Johan Harmen Rudol Kohler, sang jendral tewas dalam perperangannya melawan Kerajaan Aceh Darusalam dan dalam upayanya melakukan ekspansi terhadap Masjid Raya Baiturrahman di saat itu, bahkan sang jendral sempat membembakar Masjid yang menjadi icon kebanggaan masyarakat aceh tersebut.


Penyebab Perang Aceh-Belanda 1873

Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan & Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh.

Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian London ialah Belanda & Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh.

Aceh menuduh Belanda tak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yg lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.

Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris & Belanda, yg isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak & menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.

Sebagai respon terhadap perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.

Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia & Turki di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh & meminta keterangan dari Sultan Mahmud Syah tentang apa yg sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Mahmud menolak untuk memberikan keterangan. (baca buku Asal Mula Konflik Aceh, Antony Reid)

Sampai Akhirnya tepat diawal-awal tahun 1873 Belanda Mendeklarasikan perang terhadap Aceh dengan mengirim Jendral Kohler bersama 3000 serdadu bersenjata lengkap untuk melakukan ekspansi pertama terhadap Aceh.

Mungkin tidak ada yang menyangka sebelumnya tentang hasil dari ekspansi yang dilakukan oleh jendral kolher dimana hobi perangnya aceh sepertinya benar-benar tergambar jelas disini dimana sang jendral harus meregam nyawanya di tanah aceh.

Pasukan belanda yang bersenjata lengkap harus lari dan takluk dari aceh, sultan Mahmud beserta dukungan seluruh elemen masyarakat aceh rupanya benar-benar sepakat untuk mempertahankan tanah aceh dari serangan para kolonialis dengan berbagai cara termasuk perang mati-matian, hal ini menggambarkan bagaimana solidaritas masyarakat aceh  sesuai dengan Falsafahnya yaitu yang berbunyi "ureng aceh menyoe ka meupakat lampoh jeurat dipeugala".

Bahkan beberapa media barat memberitakan kekalahan belanda ini salah satunya New York Time edisi tahun 1873 (baca buku aceh di mata dunia), dan tersiar kabar lagi bahwa kekalahan yang dialami oleh belanda tersebut adalah kekalahan pertama bangsa barat dari bangsa timur.

Walaupun kini semua itu hanya menjadi sebuah manifesto sejarah namun setidaknya hal ini bisa menjadi kebanggaan tersendiri bagi seluruh  masyarakat aceh dan Masjid Raya Baiturahman lah yang menjadi saksi bisunya yang sampai detik ini masih berdiri tegak dan sangat megah di tengah-tengah perjalanan sejarahnya bangsa aceh yang lalu,hari ini dan mudah-mudahan selamanya.

Penulis aktif di Forum Intelektual Muda Kajian Politik dapat dihubungi di Hendrajaelani@gmail.com

Kamis, 08 Januari 2015

Romantika Soekarno VS Hatta

ROMANTIKA SOEKARNO VS  HATTA

Oleh

Zumaida Ismuna



Soekarno hatta adalah dua pemimpin yang di kenal dengan sebutan Dwi Tunggal, Ir.Soekarno atau yang lebih sering di sapa dengan Bung Karno adalah pejuang nasionalis bangsa Indonesia, beliau sangat berperan dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah, Namun keberhasilan nya dalam melawan penjajah tak luput dari bantuan-bantuan pejuang lain nya yang salah satu nya adalah Dr.H.Mohammad Hatta atau sering di sapa dengan Bung Hatta yang sekaligus menjadi teman dekat Bung Karno, Beuliau ini adalah dua sahabat karib yang pada saat itu juga menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia setelah di Proklamirkan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945, perjalanan dalam melawan penjajah tidak lah mudah dan singkat, pengorbanan yang luar biasa dari para pejuang untuk menghantarkan Indonesia kegerbang kemerdekaan patut di acungi jempol dan di berikan apresiasi yang luar biasa, karena berjasa nya kedua tokoh ini sehingga menjadikan mereka sebagai pahlawan nasional Bangsa Indonesia.

Pemikiran dan ide-ide yang cemerlang nan kreatif dari Soekarno Hatta lah yang melepaskan Indonesia dari keterpurukan kekuasaan penjajah, namun siapa sangka ternyata kedua tokoh kita ini mempunyai aliansi atau aliran yang berbeda serta pemikiran yang selalu bertentangan, namun karena tujuan yang sama demi memajukan bangsa Indonesia mereka tetap bersatu dan selalu bermusyawarah dalam mengambil keputusan, Bung Karno yang terkenal flamboyan, humoris dan berapi-api, terutama jika berpidato di depan massa yang banyak ia beragitasi dan mengeluarkan semboyan yang membakar dan menggelegar, sedangkan Bung Hatta yang terkenal tidak banyak bicara, berpendirian teguh dan rendah hati dan berpidato dengan datar, namun tegas, dan terstruktur, tetapi kedua perbedaan itu tetap menyatukan mereka dalam visi dan misi yang sama yaitu memerdekakan bangsa Indonesia dari tangan sekutu. 

Selama menempuh jalan yang cukup panjang dalam membela bangsa Indonesia ternyata cukup banyak perdebatan dan pertentangan antara Bung Karno dan Hatta, salah satu nya seperti pertentangan pada sidang kabinet mengenai pencalonan KASAD baru, yang mengakibatkan jatuhnya kabinet Ali Sastroamidjojo dan Bung Hatta menulis sebuah surat kepada ketua parlemen pada 20 Juli 1956, yang berisi :“Setelah DPR yang dipilih oleh rakyat mulai bekerja, dan konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya bagi saya untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden.”Selanjut nya Pertentangan antara Soekarno-Hatta dalam kabinet Ali Sastroamidjojo II mengalami puncaknya yaitu dengan pengunduran diri Bung Hatta sebagai wakil presiden pada 1 Desember 1956. Pengunduran diri Bung Hatta dinilai merupakan kumpulan akumulasi dari beberapa konflik yang terjadi antara Bung Hatta dengan Bung karno yang tidak bisa diakhiri.

Meskipun dikenal dekat, Bung karno dan Bung Hatta seringkali terlibat pertentangan pendapat. Itu terjadi sejak mereka aktif dalam organisasi pergerakan pemuda menentang kolonialisme Belanda hingga akhirnya Bung Hatta mengundurkan diri dari pemerintahan.Tipikal keduanya memang berbeda. Soekarno adalah seorang solidarity maker yaitu seorang pemimpin yang pandai menarik simpati massa dan menggerakkan mereka untuk tujuan tertentu, sedangkan Hatta adalah seorang administrator yang ahli dalam penyelenggaraan negara.Kedua tokoh ini mempunyai perbedaan pandangan satu sama lain, terutama strategi dan orientasi politik keduanya. Disatu sisi Bung Karno ingin melanggengkan dominasinya meneruskan perjuangan revolusi, pada sisi lainnya Bung Hatta telah berpikir maju untuk segera mengakhiri Revolusi menuju kearah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Tak ada yang menyangka bahwa keputusan akhir ini lah yang akan di ambil oleh Bung Hatta, namun bukan berarti karena sering nya bertentangan dengan Bung Hatta, Bung Karno tidak mencoba memperbaiki keadaan ini, hal ini sudah di lakukan oleh beberapa pihak bahkan Soekarno sendiri pun sudah sudah membujuk Bung Hatta untuk mengubah pendirian nya, namun bujuk rayu Bung Karno tidak dapat mengoyangkan Bung Hatta, bahkan istri nya sendiri yang pada saat itu baru ia nikahi setelah Indonesia merdeka yang sesuai dengan janji nya bahwa ia akan menikah jika Indonesia telah merdeka dan janji itu ia tepati, setelah yang akhir nya Bung Hatta pun menikah dengan Seorang gadis yang berusia 20 tahun yang bernama Yuke di bantu oleh Soekarno dalam proses pelamaran nya juga tidak mampu meluruhkan keras nya hati Bung Hatta seorang yang sangat tegu pada pendirian nya, jika apa yang sudah ia lontarkan maka ia tidak akan pernah menarik nya kembali, itulah sifat Bung Hatta yang sangat-sangat teguh pada prinsip nya sendiri.

Namun itu pun tidak bisa sepenuh nya untuk di jadikan alasan Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan nya sebagai seorang Wakil Presiden, tetapi adapula perkiraan karena banyak nya perbedaan yang selama ini mereka coba satu kan namun tidak berhasil, salah satu nya yaitu perbedaan pemikiran politik mereka sendiri yang tak sejalan, baik secara nasionalisme, Demokrasi, Islam dan Ekonomi, Pada pandangan mengenai nasionalisme Bung karno dan paham kebangsaan Bung Hatta, memang ada kesamaan dalam konsep mereka untuk mempersatukan semua golongan dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda. Namun, terdapat kecenderungan pemikiran nasionalisme yang dikembangkan oleh Bung karno memiliki sifat yang lebih radikal dari pada pemikiran Hatta. Ini wajar, jika kita lihat bagaimana hubungan Soekarno pada saat muda dan dewasa yang cenderung mengalami interaksi dengan beragam paham pemikiran dan bentuk pandangan politik, khususnya mengenai masalah nasionalisme.

Nah jika berbicara dalam konteks demokrasi yang berlandaskan kepada sosialisme. Mungkin Bung Hatta terlihat lebih konsisten dari pada Bung karno. Di mana Bung Hatta mampu memposisikan idealisme demokrasinya dengan terus berusaha mengingatkan, Bung karno yang pada saat awal tahun 1955 sudah mulai mengalami penyimpangan akibat tergiur oleh kekuasaan. Bagi Bung Hatta, demokrasi terpimpin (guided democracy) yang dikembangkan dan dimanifestasikan oleh Bung karno bukanlah bentuk demokrasi yang murni dan ideal diterapkan di Indonesia. Melainkan sebuah bentuk pemerintahan otoriter yang memangkas kedaulatan rakyat di dalam demokrasi.

Dalama konteks Islam pandangan kedua tokoh memiliki banyak kesamaan. Soekarno dan Hatta sepakat melihat Islam sebagai agama yang harus dan semestinya bersifat modernis dan terbuka, serta mampu menawarkan solusi bagi peradaban dan membangun kemerdekaan Indonesia. Bukan sebuah agama yang kolot dan tertutup dan bahkan menentang modernitas. Yang terakhir pada persoalan ekonomi, Bung Hatta setuju dengan konsep sosialisme religius yang menyatakan bahwa antara Islam dan Sosialisme saling membutuhkan dalam mencapai kemakmuran. Bung karno juga cenderung bersikap sama dengan Bung Hatta, tetapi dalam pelaksanaannya Bung karno lebih banyak meyimpang dari konsep awal yang dicanangkan dan dikonsepkan olehnya.

Meski dari segi pemikiran politik yang berbeda dan menyebabkan Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan nya, hal itu tidak membuat persahabatan kedua nya renggang dan simpang siur begitu saja, bahkan keakraban mereka semakin terasa saat Bung Hatta di mintai oleh Istri Bung karno yaitu Ibu Fatmawati untuk menjadi saksi dalam pernikahan anak nya yaitu Guntur. Karena pada saat itu Soekarno di tahan dan tidak di berikan izin oleh pemerintahan Soeharto selaku penganti nya atau presiden kedua RI dan bung Hatta dengan senang hati mengiya kan permintaan istri Bung Karno.

Dan hubungan unik dua pribadi ini mencapai ujungnya ketika Bung Karno sudah memasuki masa kritisnya. Bung Hatta mengajukan permohonan pada Presiden Soeharto untuk membesuk Bung Karno, Izin pun ia dapatkan. Tak lama kemudian dalam perbincangan mereka, beberapa kali air mata Bung Karno menetes ke bantal, sambil memandang Bung Hatta yang terus memijiti lengannya. Bung Karno minta dipasangkan kacamata agar dapat memandang Bung Hatta dengan lebih jelas. Tak ada kata-kata setelah itu. Pertemuan itu berlangsung 30 menit. 30 menit untuk selamanya. Karena beberapa hari kemudian Bung Karno wafat meninggalkan bangsanya.

Dan itu lah romantika dari kedua pejuang serta tokoh nasional Bangsa kita yaitu Bangsa Indonesia, banyak pelajaran yang dapat kita petik dan kita ambil contoh nya, ini lah tampilan dua orang memiliki pemikiran yang berbeda dan tampilan yang terkadang mesra terkadang berlumuran amarah namun tetap bersatu dan berhubungan harmonis hingga akhir usia nya.

Penulis Adalah Peminat Kajian-kajian Politik Nasional, dapat dihubungi di ZumaidaIsmuna@gmail.com.

Serba-Serbi Militer Indonesia


     SERBA-SERBI MILITER INDONESIA

Oleh : Shahibul Izar El Shirazzy



Republik Indonesia, disingkat RI atau Indonesia, adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau, Dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan lebih dari 207 juta jiwa. Indonesia berbatasan darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor (mantan bagian provinsi dari Indonesia). Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India. Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 agustus 1945,setelah lebih ratusan tahun dijajah oleh negara-negara oldnefos.

Sebagai negara jajahan pada masa itu sebenarnya indonesia sudah memiliki “pasukan” nya sendiri dimulai dengan dibentuknya angkatan udara tentara kerajaan hindia belanda dan yang paling terkenal adalah badan keamanan rakyat yang bertugas menjaga keamanan setelah kemerdekaan yang menjadi cikal bakal Tentara republik Indonesia (TNI). 

Sejarah Terbetuknya Tentara Republik Indonesia

Tentara Nasional Indonesia (TNI) lahir dalam kancah perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang berambisi untuk menjajah Indonesia kembali melalui kekerasan senjata. Pada saat-saat kritis selama Perang Kemerdekaan (1945-1949), TNI berhasil mewujudkan dirinya sebagai tentara rakyat, tentara revolusi, dan tentara nasional. Sebagai kekuatan yang baru lahir, disamping TNI menata dirinya, pada waktu yang bersamaan harus pula menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dari dalam negeri, TNI menghadapi rongrongan-rongrongan baik yang berdimensi politik maupun dimensi militer. Rongrongan politik bersumber dari golongan komunis yang ingin menempatkan TNI dibawah pengaruh mereka melalui “Pepolit, Biro Perjuangan, dan TNI-Masyarakat. Sedangkan tantangan dari dalam negeri yang berdimensi militer yaitu TNI menghadapi pergolakan bersenjata di beberapa daerah dan pemberontakan PKI di Madiun serta Darul Islam (DI) di Jawa Barat yang dapat mengancam integritas nasional. Tantangan dari luar negeri yaitu TNI dua kali menghadapi Agresi Militer Belanda yang memiliki organisasi dan persenjataan yang lebih modern.

Sistem demokrasi parlementer yang dianut pemerintah pada periode 1950-1959, mempengaruhi kehidupan TNI. Campur tangan politisi yang terlalu jauh dalam masalah intern TNI mendorong terjadinya Peristiwa 17 Oktober 1952 yang mengakibatkan adanya keretakan di lingkungan TNI AD. Di sisi lain, campur tangan itu mendorong TNI untuk terjun dalam kegiatan politik dengan mendirikan partai politik yaitu Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) yang ikut sebagai kontestan dalam Pemilihan Umum tahun 1955. Periode yang juga disebut Periode Demokrasi Liberal ini diwarnai pula oleh berbagai pemberontakan dalam negeri. Pada tahun 1950 sebagian bekas anggota KNIL melancarkan pemberontakan di Bandung (pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil/APRA), di Makassar Pemberontakan Andi Azis, dan di Maluku pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Sementara itu, DI TII Jawa Barat melebarkan pengaruhnya ke Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh

Upaya menyatukan organisasi angkatan perang dan Kepolisian Negara menjadi organisasi Angkatan Bersenjata Republika Indonesia (ABRI) pada tahun 1962 merupakan bagian yang penting dari sejarah TNI pada dekade tahun enampuluhan.Menyatunya kekuatan Angkatan Bersenjata di bawah satu komando, diharapkan dapat mencapai efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya, serta tidak mudah terpengaruh oleh kepentingan kelompok politik tertentu. Sebagai alat keamanan negara TNI memiliki tugas pokok yaitu menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Tentara Republik Indonesia Masa Modern

Pada masa awal kemerdekaan militer indonesia langsung mendapatkan ujian dari gangguan pihak asing,tetapi hal ini masih dianggap wajar karena usia republik ini yang masih belia.tetapi setelah 69 tahun merdeka gangguan dari pihak asing masih saja dialami oleh indonesia,biasanya seperti pelanggaran batas wilayah baik di laut maupun di udara,di darat gangguan yang dialami oleh Indonesia adalah pengeseran patok tapal batas yang dilakukan oleh negara tetangga. hal ini disebabkan karena militer indonesia masih terlalu lemah,dalam kata lain jumlah alursista tidak sesuai dengan luas wilayah yang harus dijaga, kecolongan-kecolongan tersebut masih saja dialami oleh indonesia. Sehingga negara Indonesia terkesan lemah di mata negara tetangga.

Tetapi pada tahun 2005 hingga 2012 pada masapresiden SBY menjabat sebagai presiden tepatnya periode ke-2 beliau memimpin negara ini,masalah kekuatan militer mendapat perhatian khusus. Ini dibuktikan dengan diperbaharuinya beberapa jenis alutsista dari 3 angkatan.mulai dari perbaikan alutsista tua yang masih layak pakai hingga pembelian alutsista baru,dengan tujuan militer indonesia akan lebih profesional dalam menjalankan tugasnya menjaga kedaulatan ibu pertiwi, juga dapat membuat militer indonesia semakin disegani oleh pihak asing. 

Pembelian-pembelian alutsista baru seperti pesawat sukhoi,tank leopard,kapal perang bejenis fregat dengan sistem TOT (Transfer Of Tekhnology) serta pemaksimalan pemakaian produksi dalam negeri adalah salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintahan SBY dalam memperkuat militer Indonesia. Kebijakan ini terbukti membuat militer indonesia semakin percaya diri dalam menghadapi gangguan-gangguan dari pihak luar,salah satu hal yang patut dibanggakan oleh indonesia adalah masuknya Indonesia dalam daftar militer terkuat di urutan ke-19 di dunia yang dirilis oleh Business Insider pada tahun 2014,walaupun ini belum menjadi pijakan kuat dalam pencaturan kekuatan militer dunia,tetapi kita berharap dengan masuknya Indonesia kedalam 19 besar kekuatan militer dunia semakin membuat militer Indonesia percaya diri di mata asing,dan tidak melupakan tugas pokok sebagai alat pertahanan negara.

Penulis Adalah Mahasiswa Ilmu Politik Fisip Universitas Syiah Kuala Angkatan 2012, aktif di Forum Intelektual Muda Kajian Politik, dapat dihubungi di Sahibulizar@gmail.com






Rabu, 07 Januari 2015

Demokrasi : Prosudural Vs Substansial

DEMOKRASI
PROSUDURAL VS SUBSTANSIAL


Demokrasi bukan hanya transformasi prosedural, tapi juga substansial. Demokrasi yang bersifat prosedural tidak mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat, karena ia hanya terikat pada aturan-aturan formal yang berlaku. Bahkan demokrasi prosedural dapat menjadi alat penindasan kaum mayoritas otoriter yang berwatak sektarianisme. Contohnya, yang dilakukan Hitler dan Nazi-nya. Di bawah naungan sistem demokrasi, Hitler menjalankan modus berpolitik sektarian. Atas nama kebebasan, dia berpidato mengobok-obok perasaan anti-Semit Jerman, yang memang pada kenyataannya perekonomian Jerman dikuasai kelompok Yahudi.

Dengan cara demagogi ini ia mampu meraih simpati rakyat Jerman. Dengan demagogi yang menggiurkan sektarianisme mudah menarik massa, sebaliknya orang-orang yang ingin mewujudkan prinsip-prinsip kebebasan dan keadilan kering massa. Dalam demokrasi di Indonesia dewasa ini dapat kita saksikan adanya upaya-upaya dan kecenderungan mengarah pada politik sektarianisme yang otoriter dan diperjuangkan melalui prosedur demokrasi. RUU APP, misalnya, adalah salah satu upaya pelolosan kepentingan politik sektarian. RUU tersebut antikeragaman. Ini juga berarti upaya penyeragaman. Sedangkan penyeragaman adalah suatu tindakan yang otoriter. Cara berkampanye mereka sering menggunakan demagogi-demagogi yang mengidentifikasi kelompok mereka lebih mulia dari kelompok yang lain berdasarkan argumentasi keyakinan yang fundamental. Oleh karena itu, jalan hidup kelompok yang lebih mulia harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gawatnya, demagogi politik sektarian lebih mudah mendapatkan massa.

Di dalam demokrasi prosedural juga terdapat bahaya liberalisme yang bersifat universal dan hanya memandang kebebasan hanyalah kebebasan bersifat negatif. Maksudnya, kebebasan hanya dilihat sebagai kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul dan bersyarikat, kebebasan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dalam berbisnis dan berdagang (logika pasar bebas), serta kebebasan untuk melakukan suatu tindakan apapun asalkan tidak merugikan orang lain. Pada intinya kebebasan negatif adalah absennya penghalang bagi seseorang dalam menjalankan hidupnya. Model kebebasan negatif tersebut dianut dan diagung-agungkan oleh kelompok pemikiran yang bernama neoliberalisme. Jadi, selain sektarianisme demokrasi juga diancam oleh neoliberalisme.

Bentuk kebebasan itu tidak cukup menggambarkan prinsip keadilan masyarakat yang menjadi syarat suksesnya demokrasi. Kelemahannya; pertama, universalisme tidak mampu mewadahi aspek-aspek kebebasan bersifat lokal yang mengalami ketertinggalan. Selalu terbawa pada mimpi-mimpi universal bahwa setiap orang harus diperlakukan sama di depan hukum tanpa harus ada pembedaan. Padahal kebutuhan dan tuntutan manusia di setiap komunitas berbeda-beda. Misalnya politik aksi afirmatif yang digaungkan kaum feminis dan multikulturalis dianggap sesat di mata universalisme liberal, karena dianggap melanggar prinsip persamaan hak setiap individu dengan memberikan kemudahan kepada individu atau kelompok yang lain.

Kedua, kebebasan negatif hanya menganggap hambatan kebebasan hanya bersifat eksternal. Maksudnya adalah, kebebasan kita terhambat apabila ada orang lain yang menghalanginya. Sebenarnya hambatan kebebasan tidak hanya bersifat eksternal, tetapi juga internal. Orang cacat dan orang miskin misalnya. Kebebasan mereka untuk meraih fungsi hidupnya akan tetap terhambat meskipun syarat-syarat kebebasan negatif sudah dipenuhi. Orang cacat dan orang miskin terhambat kebebasannya untuk meraih fungsi kehidupan seperti mendapatkan, makanan, pakaian, tempat tinggal, dan pendidikan yang layak disebabkan oleh ketidakmampuannya secara internal yang sebenarnya tak ia kehendaki, namun kenyataan kehidupan menjadikan mereka seperti itu. Kebebasan negatif tak mampu menjawab persoalan ini. Si cacat dan si miskin dibiarkan saja tanpa harus ada kompensasi selama kemiskinan dan kecacatan tersebut tidak disebabkan oleh perbuatan langsung orang lain. Adilkah tindakan ini? Jawabannya tentu saja tidak, dan oleh sebab itu ia tidak memenuhi prinsip demokrasi secara substansial. Demokrasi substansiallah yang akan melengkapi kekurangan demokrasi prosedural yang baru setengah jadi menuju tercapainya visi dan misi demokrasi yang sebenarnya.

Secara substansial sebenarnya demokrasi sebuah cara hidup yang harus dibagi bersama oleh siapa pun dalam suatu komunitas politik. Pembagian bersama tersebut harus bersifat jujur dan adil. Demokrasi juga berarti perluasan sekaligus konkretisasi kebebasan. Perluasan berarti menjamin kebebasan bagi semua (tidak hanya mereka yang berkecukupan) sedang konkretisasi berarti menjamin kemampuan riil mengakses kebebasan. Kemampuan riil mengakses kebebasan guna meraih fungsi hidup dinamakan dengan kebebasan positif. Demi tercapainya semua ini prinsip kesetaraan perlu dipatenkan pada struktur dasar masyarakat.

Struktur dasar masyarakat merupakan konfigurasi berbagai institusi sosial dalam satu sistem. Sistem yang mendistribusikan hak dan kewajiban yang mendasar dalam merumuskan pembagian keuntungan dan kerja sama sosial. Konstitusi politik, organisasi ekonomi dan keluarga termasuk struktur dasar. Pematenan struktur dasar masyarakat pada akhirnya harus dirumuskan dan dituangkan dalam kebijakan publik untuk kemudian diimplementasikan dalam masyarakat. Pemerintah adalah yang menjadi penanggung jawab terlaksananya kebijakan publik, dan menjadi pelindung bagi terjamin dan terpenuhinya kebebasan warga negara secara menyeluruh.

Cara yang ditempuh agar demokrasi yang berkeadilan dapat diraih semua orang, di mana struktur dasar masyarakat terpatenkan dan sudah tertuang serta terimplementasikan dalam kebijakan publik adalah dengan melakukan musyawarah dalam ruang publik yang disertai dengan aktualisasi nalar publik. Orang yang menggunakannya dalam musyawarah di ruang publik secara langsung akan menghargai kebebasan orang secara negatif dan secara positif. Nalar publik mampu menghilangkan tindakan irasionalitas politik dan menggantinya dengan suatu sikap politik yang terbuka serta ia mampu mengikis sifat egois argumen kebebasan negatif semata dengan memunculkan sikap solidaritas terhadap sesama yang mengalami penderitaan. Keterukuran maksimalnya penggunaan nalar publik pada seberapa besar penghargaan terhadap kebebasan orang lain. Jika pikiran-pikiran tersebut dijalankan, tanpa bertinggi hati insyaallah Indonesia menjadi bangsa yang adil, makmur dan sentosa.

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari resume di atas ialah, bahwa demokrasi prosedural tidak mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat, karena ia hanya terikat pada peraturan-peraturan formal yang berlaku. Di dalam demokrasi prosedural juga terdapat bahaya liberalisme yang bersifat universal dan hanya memandang kebebasan yang bersifat negatif. Model kebebasan negatif tersbut dianut dan diagung-agungkan oleh kelompok pemikiran yang bernama neoliberalisme, jadi selain sektarianisme demokrasi juga diancam oleh neoliberalisme.

Secara substansial demokrasi merupakan sebuah cara hidup yang harus dibagi bersama oleh siapapun dalam komunitas mayarakat yang di dalamnya terdapat struktur, kekongkretisasi kebebasan yang berfungsi untuk mencapai prinsip kesetaraan pada struktur dasar masyarakat.







"Blusukan" (kerja) Kabinet Kerja

“Blusukan” (kerja) Kabinet Kerja

Oleh,

Amri W. Hidayat
FAMKAP (forum intelektual muda kajian politik)


Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada 27 oktober 2014 telah resmi melantik menteri kabinet nya dengan nama “kabinet kerja”. sebelum pelantikan tersebut selama satu minggu lamanya polemik terhadap pelantikan menteri-pun berkembang dalam masyarakat, dari mengapa pelantikan kabinet dengan menteri-menterinya terus di tunda-tunda, hingga siapa yang memang benar-benar tepat mengisi pos menteri apakah dari kalangan professional atau dari kalangan politikus yang berlatar parpol.

Terlepas dari segala polemik yang telah berkembang akhir-akhir ini terkait isu “menteri” pada kabinet kerja yang berjumlah 34 kementrian, ada hal menarik yang muncul setelah pelantikan para menteri dari duet Jokowi-Jk ini. Hal tersebut adalah bagaimana kinerja para menteri hari ini, dengan tren “blusukan” yang dibawa oleh Jokowi semenjak masa menjadi Wali Kota Solo kemudian menjadi Gubernur Jakarta yang mana mulai di ikuti oleh menteri-menterinya. Terlihat dalam berita media cetak dan siaran televisi betapa menteri-menteri kabinet kerja di sorot ketika melakukan blusukan, hal ini semakin menarik ketika yang ikut melakukan blusukan sama halnya dengan yang dilakukan Jokowi ini bukan hanya dilakukan oleh satu menteri, namun bisa dibilang para menteri berlomba-lomba untuk blusukan. Hal tersebut ternyata bukanlah hal yang muncul dari inisiatif menteri, melainkan instruksi dari Presiden Jokowi. Khofifah Indar Parawansa (Menteri sosial) saat blusukan ke Wisma Seroja, Bekasi, Kamis (6/11/2014) sore. Dia mengatakan, “Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada menteri Kabinet Kerja untuk turun ke lapangan”. Mungkin inilah penyebab mengapa setelah dilantik para menteri hilir mudik muncul di media saat blusukan.

Lantas, apa tugas menteri sesungguhnya? Pada tulisan ini penulis akan mengambil sampel Kementerian Perdagangan. Tidak bermaksud untuk menyudutkan satu pihak karena akhir-akhir ini Menteri perdagangan Rahmat Gobel–lah yang paling sering blusukan, melainkan sebagai pembelajaran. Tugas pokok menteri perdagangan adalah membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintah di bidang perdagangan. Sedangkan fungsinya adalah 1) Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perdagangan; 2) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Perdagangan; 3) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Perdagangan; 4) Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Perdagangan di daerah; 5) Pelaksanaan Kegiatan teknis yang berskala nasional. (sumber: www.kemendag.go.id)

Dari pemaparan tugas dan fungsi menteri perdangan di atas terlihat jelas bahwa blusukan atau suatu kegiatan dimana seorang menteri meninjau langsung pasar-pasar, menanyakan bagaimana keadaan pasar, mengontrol harga-harga komoditas barang dipasar, ataupun berkeluh kesah dengan pedagang jelas bukan sebagaimana mestinya tugas dan fungsi dari seorang menteri. Hal-hal yang didapat dari blusukan tidak lebih dari persosalan-persoalan mikro. Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menyatakan bahwa perilaku blusukan yang dilakukan beberapa menteri pada pemerintahan Jokowi-JK dalam kondisi saat ini hanya menyelesaikan persoalan pada level mikro. "Atau hanya sebatas aksi-aksi insidentil”, Jakarta, Selasa (4/11). Memberikan ulasan mengenai perilaku blusukan beberapa menteri Kabinet Kerja Jokowi-JK, ia melihat kurang tepat, di tengah jelasnya persoalan bangsa ini yakni kesenjangan sosial dan ekonomi antara kelas atas dan bawah yang masih sangat tinggi. Kondisi itu, kata dia, masih terdapat perbedaan yang sangat tajam antara pendapatan seorang komisaris di suatu perusahaan/BUMN yang sangat tinggi dengan kesejahteraan buruh, petani dan nelayan. Tindakan blusukan dalam pendekatan sosiologi pada konteks ini ditegaskan oleh Nia Elvina, hanya menyelesaikan persoalan dalam tingkat mikro saja. "Saya kira permasalahannya sangat jelas, sehingga tindakan para menteri yang blusukan ini, maknanya akan dipahami oleh masyarakat sebagai tindakan yang hanya ingin meningkatkan image," katanya. (sumber: REPUBLIKA.co.id)

Penulis sepakat dengan pernyataan Sosiolog Unas tersebut bahwa tindakan blusukan menteri Jokowi-Jk akhir-akhir ini hanyalah upaya untuk meningkatkan image. Hal ini semakin jelas kiranya pada saat tiga menteri Kabinet Kerja blusukan mengecek aktivitas perdagangan sayur mayur dan buah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Sabtu dini hari (1/11). Ketiga menteri itu yakni menteri perdagangan Rahmat Gobel, menteri pertanian Amran Sulaiman, dan menteri koperasi Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga. Dan diikuti rombongan wartawan, tiga menteri ini menyambangi sejumlah pedagang sayur dan buah. Kunjungan tersebut-pun dimaksudkan tiga menteri ini untuk mengecek harga sayuran dan buah dengan menanyakannya langsung kepada para pedanga yang ada di pusat sayur-mayur itu. Apa yang janggal dari peristiwa ini menurut penulis adalah ketika blusukan tiga orang menteri ini dilakukan pada waktu dini hari atau sekitar pukul 1 pagi, namun diikuti oleh segerombolan wartawan bersama para menteri. Lagi-lagi bisa dikatakan bahwa hal ini hanyalah sekadar mencari popularitas dan upaya untuk meningkatkan image, karena kalau-pun memang harus blusukan dan untuk mencari atau mengetahui apa masalah yang ada dilevel mikro atau pada pedagang-pedagang di pasar tradional, haruskah semuanya dirorot dan diberitakan oleh media?

Oleh dari itu, sebaiknya para menteri Kabinet Kerja, harus memahami dengan baik tugas dan fungsinya sebagai pembantu Presiden untuk menyelesaikan masalah-masalah pemerintahan didalam kementeriannya. Terkait persoalan blusukan sebenarnya bukan soal yang buruk namun juga tidak menjadi tugas dan fungsi yang mendasar dari sorang menteri, terlebih jika blusukan yang dilakukan bukan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, melainkan kepentingan pribadi menteri ataupun Presiden. Banyak persoalan-persoalan mendasar pada kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelumnya, yang bersifat persoalan makro dan belum terselesakan, seperti program pembangunan masyarakat yang stagnan, koperasi mati suri, program reforma agraria yang stagnan, serta reformasi birokrasi yang belum berjalan. Ada baiknya para menteri kabinet kerja mulai berkerja dan berupaya menyelesaikan masalah-masalah makro yang memang seutuhnya menjadi tugas dan tanggung jawabnya kepada Presiden, tanpa memungkiri bahwa persoalan-persoalan mikro-pun juga harus terselesaikan karena berdampak langsung kepada masyarat Indonesia. Semoga lima tahun kedepan seluruh menteri yang berada di dalam kabinet kerja dapat memberikan sumbangsihnya terhadap kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Masyarakat juga harus pintar-pintar menilai “blusukan” yang dilakukan kabinet kerja.

Penulis Adalah Anggota Forum Intelektual Muda Kajian Politik Selain itu Penulis Juga Aktif di Sekolah Anti Korupsi Aceh Angkatan Ke-V, Dapat dihubungi di Amriwahidhidayat@gmail.com.